Berburu Kuliner Khas Solo di Pasar Gede Hardjonagoro

Pasar Gede Hardjonagoro berdiri tahun 1930 diarsiteki seorang Belanda bernama Thomas Karsten yang juga arsitek Pasar Johar di Semarang. Karsten beristri orang Indonesia dan sangat memperhatikan banyak sudut keIndonesiaan dalam arsitekturnya.

Pasar Gede didesain berbentuk atrium di tengah yang beratap tinggi memberikan keleluasaan ruang dan kesan megah. Itulah alasan pasar ini dinamakan Pasar Gedhe yang artinya pasar besar.

Bahkan tinggi tempat penjual dusesuaikan dgn tinggi orang Indonesia yg di jangka panhangnya menyebabkan usia pensiun lebih panjang bagi para kuli gendong di Pasar Gedhe. Demikian sekelumit sejarah Pasar Gedhe Hardjonagoro berdasar diskusi dengan pengurus paguyuban pasar.

Hari ini saya ke Pasar Gedhe untuk acara Arisan Rasa Solo dari Travelingyuk

Kami dibagi dalam beberapa grup dan grup kami team Timlo Solo bertugas mengulik sejarah makanan lenjongan dan brambang asem

Kami bergegas menuju penjual lenjongan yang ternyata juga menjual gerontol dan brambang asem bernama Yu Sum yang saat itu ditunggu oleh anaknya dan ibu ini mengatakan kalau mereka sudah berjualan di Pasar Gede selama 40 tahun di tempat yang sama. Mereka berjualan lenjobgan dan brambang asem dari jam 7 pagi sampsi jam 4 sore.

Lenjongan bisa dikatakan snackbtradisionsl Solo yang terdiri dari macam-macam makan seperti ketan, gendar, tiwul, gaplek, lopis, cenil dan klepon.

Semua makanan ini dicampur dengan juruh ( kuah gula Jawa) untuk memberikan rasa manis dan parutan kelapa untuk menghasilkan rasa gurih.

Yang paling lama proses pembuatannya adalah gaplek, terbuat dari singkong yang dikeringkan, difermentasi lagi terus dikeringkan fifermentasi lagi selama seminggu untuk menghasilkan warna hitam yang kalau dimakan rasanya kenyal. Ini adalah makanan rakyat jaman dahulu yg kadang sampai dfermentasi sebulan untuk mengantisipasi jelangkaan pangan di musim kemarau.

Sedangkan brambang asem adalah makanan rakyat yang terdiri dari daun ubi jalar ( jlegor) dan tempe gembus yang dibacem dicampur sambal yang rasanya sedikit manis.

Daun ubi jalar dipakai mewakili tanaman merambat, spt tertulis di Serat Centhini bahwa makanan itu mewakili tiga dunia

Dunia atas yg terduri dari pala gantung ( buah2 yang bergelantunga) . Jadi ingat simbah saya dulu menyebut pepaya pala gantung

Yang kedua dunia tengah terdiri dari buah-buah merambat

Yang ketiga dunia bawah diwakili buah yang terpendam semacam ketela atau disebut pala kependem.

Biarpun team kami hanya harus mengulik dua jenis makanan. Tapi kami mampir ke ibu penjual macam-macam sambal . Ibu ini sudah berjualan tiga puluh tahun dan mengklaim sambal yang dia jual terenak di dunia.

Dengan ramah si ibu mempersilakan kami mencicipi sambal buatannya yang terdiri dari sambal tidak pedas, agak pedas dan pedas, sambal pecel dan sambal cabuk rambak juga ada.

Kemudian kamu juga mencicipi gempol plered Bu Wiji yang sudah berjualan di Pasar Gede sekitar 25 tahun. Sungguh segar rasanya.

Leave a comment